Bahasa Internasional
Pengembangan Budaya
PENELITIAN
DIDORONG GUNAKAN BAHASA INDONESIA
Perlu
diketahui bahwa Kurikulum 2013 sangant menjunjung tinggi bagaimana pelatihan
menulis karya ilmiah. Hal ini terbukti kompetensi dasar dari kompetensi inti
ketiga, “Memahami konvensi penulisan karya ilmiah.” Indikator kompetensi dasar
pertama, memahami struktur karya ilmiah. Kedua memahami ciri-ciri kebahasaan
karya ilmiah. Ketiga memahami ciri-ciri isi karya ilmiah.
Kompetensi
dasar dari kompetensi inti keempat,”Mampu menulis atau menghasilkan karya
ilmiah,” Indikator kompetensi dasar tersebut pertema karya yang memenuhi
struktur ciri kebahasaan dari ciri isi karya ilmiah. Kedua karya yang memenuhi
originalitas dilihat dari sumber yang digunakan atau yang diacu. Ketiga
mempertahankan dan menjelaskan karya ilmiah tersebu.
Prinsip-Prinsip
Belajar, Pembelajaran, dan Asesmen. Pembelajaran bahasa Indonesia mengacu pada
prinsip-prinsip pembelajaran aktif, kolaboratif, berpusat pada siswa dengan
orientasi pembentukan sikap spiritual dan sosial, penguasaan keterampilan
berpikir kritis, serta pengetahuan mengenai ranah-ranah pemakaian bahasa
Indonesia serta nilai-nilai kultural yang terdapat dalam teks.
Dari
uraian tersebut karena outentik asesmen langsung dapat dinilai dalam menulis
karena terdapat kejelasan kompetensi, kriteria yang jelas dan rubriknya pun
ada. Maka kembali kepada kompetensi dasar dari kompetensi inti kedua yang
diintegrasikan dengan indikator dari kompetesi dasar tersebut pertama
kejujuran, rasa ingin tahu, tanggung jawab, kritis, dan rasional. Indikator
kompetensi kedua santun, empati, dan peduli. Hal ini agar tidak mengawang-awang
dapat dilihat referensi yang dijadikan sumber bacaan, tidak mencontek, tidak
mencuri karya orang lain, harus sudah dimiliki sejak masih di SMA tidak harus
di perguruan tinggi.
Pemerintah
mengibau para peneliti dan ilmuwan agar menggunakan Bahasa Indonesia dalam
jurnal-jurnal penelitian internasional. Hal ini dilakukan sebagai bagian kecil
dari upaya menjadikan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa internasional.
Kepada
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud), Mahsun, meminta para peneliti dan imuwan untuk menggunakan
Bahasa Indonesia dalam jurnal-jurnal internasionalnya. “Kita dorong jurnal
internasional berbahasa Indonesia,” kata Mahsun di Jakarta, Minggu (27/10).
Melalui
jurnal internasional, karya-karya peneliti yang berbahasa Indonesia tersebut
akan dibaca, bahkan menjadi referensi, bagi kalangan akademisi di luar negeri
sehingga secara tidak langsung akan mendorong masyarakat internasional untuk
mempelajari Bahasa Indonesia. Untuk itu, Maksun berharap pemerintah dapat
memfasilitasi dunia akademik untuk melakukan penelitian-penelitian yang lebih
banyak lagi. “Budaya melakukan kajian dan riset harus ditumbuhkembangkan di
dunia akademik,” ujar Maksun.
Tidak
hanya itu, Maksun juga mengibau kepada para peneliti untuk dapat menciptakan
karya-karya ilmiah yang tidak hanya pengembangan, namun juga sebuah penemuan
baru. Salah satunya dengan melahirkan buku-buku pengetahuan berbahasa
Indonesia.
Upaya
lain yang dilakukan pemerintah untuk menginternasionalkan Bahasa Indonesia adalah
dengan menggalakkan program Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA). BIPA
merupakan program pembelajaran keterampilan berbahasa Indonesia bagi para
penutur asing.
Pihaknya
berharap program BIPA tersebut sisambut baik oleh warga Negara lain, dan
semakin banyak yang ingin belajar berbahasa Indonesia. “Saat ini, paling tidak,
sudah ada 45 negara dengan 174 tempat belajar Bahasa Indonesia,”terang dia.
Salah
satu tujuan utama dari kurikulum 2013 adalah menumbuhkembangkan budaya meneliti
sejak dini oleh para siswa. Akan tetapi, hal itu akan sulit terwujud jika tidak
ada dorongan dari para guru dan pendidik untuk melakukan penelitian.
Budaya Meneliti
Dalam
kesempatan terapisah, Direktur Pembinaan SMA, Kemendikbud, Harris Iskandar,
menambahkan budaya meneliti juga harus ditumbuhsuburkan sejak di jenjang
menengah.”Penelitian bukan hanya terjadi di pendidikan tinggi, tetapi di
sekolah jenjang menengah juga sudah harus dibudayakan,” tegas Harris seusai
penutupan Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia (OPSI) tahun 2013.
Sayangnya,
kata Harris masih banyak guru di sekolah yang belum sepenuhnya menjalankan
perannya menjalankan perannya sebagai motivator bagi anak untuk gemar meneliti.
Padahal, menurut Harris, kegiatan meneliti sejalan dengan kurikulum baru.
“Belum cukup mendorong, masih ada kompetensi guru-guru yang masih
dipertanyakan,” kata Harris.
Untuk
itu, hal ini perlu menjadi perhatian khusus bagi pemerintah dalam meningkatkan
kompetensi guru di sekolah, baik melalui pelatihan maupun memperbaiki system
perekrutan guru. (Koran Jakarta Senin, 28 Oktober 2013).
Komentar